Sabtu, 25 April 2015

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK



TUGAS IV
PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

 

OLEH
SITI ZAENAB
(E1Q014044)




PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

A.       Pengertian Etika Politik
v Pengertian etika
Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan khusus. Etika umum adalah etika yang mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus adalah etika yang membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia. Etika khusus dibagi menjadi etika individual yaitu yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yaitu yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
v Pengertian politik
Pengertian politik berasal dari kosa kata ‘politics’, yang memiliki arti bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat dan bukan tujuan pribadi seseorang. Selain itu politik menyangkut kelompok termasuk partai politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.
v Pengertian etika politik
Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai bidang etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika profesi, dan etika pendidikan. Dalam hal ini termasuk etika politik yang berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia.
Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betul salahnya tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lainsebagainya.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.
Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hukum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara adalah adanya cita-cita The Rule Of Law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan sturktur kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan sosial.
B.       Lima Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip berikut ini yang disusun menurut pengelompokan Pancasila, karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.

1.      Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme  mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.

2.      Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
a)      Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena pemberian Sang Pencipta .
b)      Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara modern.
3.      Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia.  Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.
4.      Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu :
§   Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
§   Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5.      Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Untuk itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
§   Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
§   Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
§   Korupsi
C.      Dimensi Politis Manusia
1.      Manusia sebagai Makhluk Individu-Sosial
Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandan manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Manusia di pandang sebagai sekedar sarana bagi masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini di karenakan manusia sebagai warga masyrakat atau sebagai makhluk sosial. Manusia di dalam hidupnya mampu bereksistensi karena orang lain dan ia hanya dapat hidup dan berkembang karena dalam hubungannya dengan orang lain. Segala keterampilan yang dibutuhkannya agar berhasil dalam segala kehidupannya serta berpartisipasi dalam kebudayaan diperolehnya dari masyarakat.
Dasar filosofis sebagai mana terkandung dalam Pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat ‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, bukanlah totalitas individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis.
2.      Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis mencakup lingkaran kelembagan hukum dan negara, sistem – sitem nilai serta ideologi yang memberikan legitmimasi kepadanya. Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis manusia senntiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitn dengan kehidupan masyrakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis manakala diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadaran manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota masyarakat sebagai sutu keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan di tentukan kembali oleh kerangka kehidupannya serta ditentukan kembali oleh tindakan-indakannya.
Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundmental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral manusia.
D.      Nilai-nilai Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan
1.         Asas legalitas ( legitimasi hukum).
2.         Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
3.         Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Sebagai dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan nilai kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
§  Negara Indonesia yang berdasarkan sila I ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ yaitu bukanlah negara yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggara negara pada nilai religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan nilai religius, melainkan berdasarkan nilai hukum serta demokrasi.
§  Selain sila I, sila II ‘Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab’ juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan bernegara. Dalam kehidupan negara kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, yaitu setiap manusia berhak mendapatkan hak, pandangan serta perlakuan yang sama tanpa membeda-bedakan  manusia tersebut dari segi ras, suku, keturunan, status maupun agama..
§  Sila ke-III ‘Persatuan Indonesia’ tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatau kesatuan yang bersifat sistematis. Nilai yang terkandung dalam sila ini adalah sebagai penjelmaan dari sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagi makhluk individu dan sosial. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam satu semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Perbedaan bukannya untuk digunjing menjadi suatu konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
§  Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat (sila IV). Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasaaan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan penyelenggara negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara.
§  Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu keadilan daam hidup bersama sebagaimana terkandung dalam sila ke-V, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh karena itu pelaksanaan ndan penyelenggaraan negara harus berdasarkan hukum yang berlaku agar terciptanya perdamaian serta keadilan dalam hidup bersama.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar