TUGAS
IV
PENDIDIKAN
PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
OLEH
SITI
ZAENAB
(E1Q014044)
PENDIDIKAN
FISIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MATARAM
2014
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
A. Pengertian Etika Politik
v Pengertian
etika
Etika merupakan suatu pemikiran
kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil
sikap yang berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika dibagi
menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan khusus. Etika umum adalah etika yang mempertanyakan prinsip-prinsip yang
berlaku bagi setiap tindakan manusia, sedangkan etika khusus adalah etika yang membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia. Etika khusus dibagi menjadi
etika individual yaitu
yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yaitu yang membahas
tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang
merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
v Pengertian politik
Pengertian politik berasal dari kosa kata ‘politics’, yang memiliki arti
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut
proses penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan
tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan
dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan
penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih itu.
Politik
selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat dan bukan tujuan
pribadi seseorang. Selain itu politik menyangkut kelompok termasuk partai
politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.
v Pengertian etika politik
Sebagai
salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan
filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika.
Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai bidang
etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika
profesi, dan etika pendidikan. Dalam hal ini termasuk etika politik yang
berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia.
Etika
berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betul salahnya
tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan
tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai
warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lainsebagainya.
Fungsi etika
politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan
serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak
berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif
dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis.
Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat
dijalankan secara obyektif.
Hukum dan
kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai
lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga
penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia
(makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hukum dan kekuasaan.
Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi
suatu Negara adalah adanya cita-cita The Rule Of Law, partisipasi demokratis
masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan sturktur
kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan sosial.
B.
Lima Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Pancasila
sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip berikut ini yang disusun
menurut pengelompokan Pancasila, karena Pancasila memiliki logika internal yang
sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.
1. Pluralisme
Pluralisme
adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif,
damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda
pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme mengimplikasikan
pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari
informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang
dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi
Manusia
Jaminan
hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena
hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib
tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai
dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah
baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
a)
Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena
pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena pemberian Sang Pencipta .
b)
Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena
itu mulai disadari, diambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi
oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara modern.
3. Solidaritas
Bangsa
Solidaritas
bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang
lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut
harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang
sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara
melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan,
solidaritas sebagai manusia. Maka di sini termasuk rasa kebangsaan.
Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam
kaitan dan keterbatasan masing-masing.
4. Demokrasi
Prinsip
“kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau
sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus
atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin
berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin.
Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam
tindakan politik.
Demokrasi
hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu :
§ Pengakuan
dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas
tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
§ Kekuasaan
dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum
demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam demokrasi
(karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan
Sosial
Keadilan
merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas
masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan
sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide,
ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan
sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan,
keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang
ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang
terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Untuk itu
tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
§ Kemiskinan,
ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
§ Ekstremisme
ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka
yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka
pada masyarakat.
§ Korupsi
C. Dimensi
Politis Manusia
1.
Manusia sebagai Makhluk Individu-Sosial
Paham individualisme yang merupakan
cikal bakal paham liberalisme, memandan manusia sebagai makhluk individu yang
bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur
berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia
sebagai individu. Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal sosialisme dan
komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Manusia
di pandang sebagai sekedar sarana bagi masyarakat. Segala hak dan kewajiban
baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara
senantiasa diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas
dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini di karenakan
manusia sebagai warga masyrakat atau sebagai makhluk sosial. Manusia di dalam
hidupnya mampu bereksistensi karena orang lain dan ia hanya dapat hidup dan
berkembang karena dalam hubungannya dengan orang lain. Segala keterampilan yang
dibutuhkannya agar berhasil dalam segala kehidupannya serta berpartisipasi
dalam kebudayaan diperolehnya dari masyarakat.
Dasar filosofis sebagai mana
terkandung dalam Pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa,
senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat
‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia,
bukanlah totalitas individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis.
2.
Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Berdasarkan sifat kodrat manusia
sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis mencakup lingkaran
kelembagan hukum dan negara, sistem – sitem nilai serta ideologi yang
memberikan legitmimasi kepadanya. Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia
sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis manusia senntiasa
berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitn
dengan kehidupan masyrakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat
politis manakala diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai
suatu keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan
sebagai suatu kesadaran manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota masyarakat
sebagai sutu keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan di tentukan
kembali oleh kerangka kehidupannya serta ditentukan kembali oleh
tindakan-indakannya.
Dimensi politis manusia ini memiliki
dua segi fundmental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga
dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia.
Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral manusia.
D. Nilai-nilai
Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan
dalam negeri di jalankan sesuai dengan
1.
Asas legalitas ( legitimasi hukum).
2.
Di sahkan dan dijalankan secara demokratis (
legitimasi demokratis)
3.
Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral /
tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Sebagai
dasar filsafat negara Pancasila tidak hanya merupakan sumber peraturan
perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam
hubungannya dengan nilai kekuasaan, hukum serta berbagai kebijakan dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.
§ Negara
Indonesia yang berdasarkan sila I ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ yaitu bukanlah
negara yang mendasarkan kekuasaan negara dan penyelenggara negara pada nilai
religius. Kekuasaan kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan nilai
religius, melainkan berdasarkan nilai hukum serta demokrasi.
§ Selain sila
I, sila II ‘Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab’ juga merupakan sumber
nilai-nilai moralitas dalam kehidupan bernegara. Dalam kehidupan negara
kemanusiaan harus mendapatkan jaminan hukum, yaitu setiap manusia berhak
mendapatkan hak, pandangan serta perlakuan yang sama tanpa
membeda-bedakan manusia tersebut dari segi ras, suku, keturunan, status
maupun agama..
§ Sila ke-III
‘Persatuan Indonesia’ tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena
seluruh sila merupakan suatau kesatuan yang bersifat sistematis. Nilai yang
terkandung dalam sila ini adalah sebagai penjelmaan dari sifat kodrat manusia
monodualis yaitu sebagi makhluk individu dan sosial. Konsekuensinya negara
adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang
dilukiskan dalam satu semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Perbedaan bukannya untuk
digunjing menjadi suatu konflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada
persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
§ Negara
adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat (sila IV). Oleh karena itu rakyat adalah
merupakan asal mula kekuasaaan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan
penyelenggara negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus
dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara.
§ Negara
Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu keadilan daam hidup bersama
sebagaimana terkandung dalam sila ke-V, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan
negara. Oleh karena itu pelaksanaan ndan penyelenggaraan negara harus
berdasarkan hukum yang berlaku agar terciptanya perdamaian serta keadilan dalam
hidup bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar